Minggu, 22 Februari 2009

perempuanku

Aku bingung. Sudah sekian kali aku mengajak kekasihku yang janda itu menginap di rumahku. Tapi jawabannya selalu sama. Maaf, terimakasih, aku nggak mau ngerepotin… padahal dia sama sekali nggak merepotkan buatku. Menyenangkan malah. Sebagai seorang eksekutif muda yang sukses, rumah dan apartemenku ada dimana mana. Dia boleh memilih, mau tinggal dimana. Di tengah kota, di pegunungan, di daerah yang sepi, yang mana saja, silakan. Mau melakukan apa saja, silakan saja. Toh tak ada yang melarang. Tapi kenyataannya dia selalu menolak.

Aku heran, apa kurangnya aku buat dia. Aku bersikap sangat baik dan selalu pengertian padanya, nggak seperti mantan suaminya yang nggak tau diri itu. Kapanpun dia meneleponku, aku akan langsung meng-iya-kan apapun maunya. Lunch, shopping, jalan jalan atau sekedar mendengar curhat-nya yang baru saja bertengkar lagi dengan mantan suaminya. Semua-ku untuknya. Jadi wajar dong kalau aku juga menginginkan semua-nya untukku.

Kekasihku yang janda itu memang sempurna. Walaupun embel embelnya janda, penampilannya sama sekali jauh dari kesan janda yang desperate atau kesepian. Rambutnya yang panjang dan selalu wangi biasa digelung rapi diatas kepala. Tubuhnya yang sexy juga selalu terbalut pakaian pakaian mahal yang mewah, dan menurutku itu cocok sekali untuknya. Kakinya yang indah juga tak pernah lepas dari sepatu hak tinggi yang mempercantik penampilannya setiap saat. Jadi, wajar kan kalau aku sebagai laki laki normal menginginkan dia malam ini ada di ranjangku?

Memang ranjangku tak pernah sepi dari gadis gadis yang rela menyerahkan semua-nya untukku. Gadis yang seperti apa sih yang belum aku coba. Dari yang xtra large sampai yang super-thin seperti model model catwalk sudah semua. Dari yang gratis sampai yang super mahal juga sudah pernah kucoba. Tapi itu saja tak cukup untuk memuaskan ego-ku. Buktinya, aku masih menginginkannya. Masa’ yang bukan apa apaku saja mau melayani semua mauku, tapi kekasihku sendiri menolakku mentah mentah seperti ini? Lagaknya seperti perawan saja. Seperti ABG yang malu malu karena tak tahu apa apa. Dia kan sudah janda, harusnya sudah berpengalaman dong? Apa sih susahnya menemaniku, semalam saja. Toh tidak akan ada yang peduli.

Maka tak berlebihan agaknya, kalau siang ini aku sibuk memikirkan satu cara halus untuk ’memaksanya’ berkencan denganku. Semakin dia menolakku, semakin aku penasaran dengan dirinya. Apa sih yang spesial darinya? Otakku sibuk memikirkan cara untuk mendapatkannya. Pokoknya, apapun yang terjadi, malam ini aku harus menjalankan rencanaku dan mendapatkannya di ranjangku.

Kekasihku yang cantik tak curiga saat aku menjemputnya malam ini. Alasanku mengajaknya dinner juga agaknya cukup masuk akal baginya. Padahal, tak biasa biasanya aku mengajaknya pergi secara mendadak begini. Ah biar saja, batinku. Pokoknya malam ini aku akan mendapatkannya. Itu saja yang penting buatku. Kekasihku yang cantik juga tak curiga saat aku membelokkan mobilku masuk ke salah satu apartemenku, bukannya ke restoran atau mall seperti biasanya. Senyumnya tetap manis, sikapnya tetap lemah lembut.

Aku sudah menyiapkan ranjang terindah untuknya. Ranjang dengan taburan kelopak mawar merah untuk kekasihku yang teristimewa. Juga makanan ter-enak dan anggur ter-baik untuknya. Tenang sayang, ini malam kita. Takkan ada seorang pun yang mengganggu. Serahkanlah dirimu padaku sayang, penuh pengabdian seperti mereka mereka yang sudah lebih dulu melakukannya untukku. Aku tak akan menyakitimu, karena aku mencintaimu, selalu.

Begitulah, malam itu terlewati dengan begitu indah. Kekasihku memang yang paling sempurna. Dia begitu indah. Begitu kuat,tapi juga lembut. Begitu penuh pengabdian, tetapi juga menuntut kesempurnaan. Sungguh, malam ini takkan pernah kulupakan. Aku tertidur karena rasa puas dan senang yang amat sangat.aku berhasil menaklukkan perempuanku. Aku berhasil membuat dia menyerahkan dirinya untukku.

Namun aku salah. Aku salah menilai kekasihku. Kekasihku yang indah dan sempurna dengan caranya. Pagi itu aku terbangun karena aroma kopi hitam yang menusuk disamping ranjangku. Semula kupikir dia akan mengecupku, atau menamparku, atau memelukku, atau memakiku, atau malah menyiramkan kopi hitam-nya padaku. Tapi ternyata dia pergi, entah kemana. Dia tak meninggalkan satu pesanpun untukku. Dia hanya meninggalkan aroma tubuhnya yang khas di ranjangku yang sepi. Saat itu aku menyadari, bukan dia yang menyerahkan dirinya padaku. Tapi aku yang memberikan penyerahan diriku yang sempurna padanya. Pada kekasihku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar